Semboyan Hidup Tentang Menuntut Ilmu

Semboyan Hidup Tentang Menuntut Ilmu

Kedua, adab penuntut ilmu terhadap dirinya

Seorang penuntut ilmu yang ingin belajar hendaknya ia duduk di hadapan guru, karena belajar sendiri dan berusaha memahami permasalahan secara otodidak sangat memungkinkan untuk terjatuh dalam kesalahpahaman. Berbeda halnya jika dia duduk di hadapan guru yang membimbingnya untuk membahas sebuah kitab atau permasalahan ia akan memahaminya secara jelas dan benar.

Ada saatnya seseorang diperbolehkan belajar secara otodidak yaitu ketika telah memiliki bekal terhadap dasar-dasar ilmu. Tetapi di awal-awal masa belajar hal tersebut tidak boleh dilakukan, pembelajaran harus di bawah bimbingan guru. Abu Hayyan Al-Andalusi bersyair tentang Tuma Al-Hakim,

يَظُنُّ الْغُمْرَ أَنَّ الْكُتْبَ تَهْدِي  ** أَخَا فَهْمٍ لإدراكِ الْعُلُومِ

وَمَا يَدْرِي الْجَهُولُ بأنَّ فِيْها  ** غَوَامِضَ حَيَّرَتْ عَقْل الْفَهِيْمِ

إذَا رُمْتَ الْعُلْومَ بِغَيْرِ شَيْخٍ  ** ضَلَلْتَ عَنِ الْصِّراطِ الْمُسْتَقِيْمِ

وَتَلْتَبِسُ الأمورُ عَلَيْكَ حَتَّ  ** تَكونَ أَضَّلَ مِنْ تُوْمَا الْحَكِيْمِ

“Orang yang tak memiliki pengalaman menyangka bahwa buku-buku itu bisa memberi petunjuk, membersamai kepahaman untuk menyampaikan kepada ilmu. Orang bodoh tak tahu bahwa di dalam buku-buku itu ada kesamaran yang sulit dipahami oleh akal orang pandai. Jika kau menginginkan ilmu tanpa guru, kau pun tersesat dari jalan yang lurus karena perkara-perkara bercampur-aduk atasmu hingga kau pun jadi lebih tersesat dari si Tuma al-Hakim.”([11])

Penyair lain berkata,

قَالَ حِمَارُ الْحَكِيمِ تُوِّمَا ** لَوْ أَنْصَفُونِي لَكُنْت أَرْكَبُ

لِأَنَّنِي جَاهِلٌ بَسِيطٌ ** وَصَاحِبِي جَاهِلٌ مُرَكَّبُ

Suatu hari, keledai Tuma al-Hakim berkata, “Seandainya mereka mau jujur kepadaku, tentulah aku yang semestinya menunggangi si Tuma. Sebab kebodohanku sebatas jahil basith, sedangkan tuanku jahil murakkab.”([12])

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa,

أَنَّ توْما الحَكيمُ حَثَّ النّاسَ عَلَى التَّصَدُّقِ بِبَنَاتِهِمْ لِغَيْرِ المُتَزَوِّجِينَ صَدَقَةً لِلهِ ، مِثْل اَلَّذِي يَتَصَدَّقُ بِالطَّعَامِ لِلْجَائِعِ فَقِيلَ : تَصَدَّق بِالْبَنَاتِ عَلَى البَنِينِ يُرِيدُ بِذَاكَ جَنّاِتْ النَّعيمِ

Tuma al-Hakim itu menyemangati orang-orang untuk menyedekahkan anak-anak perempuan mereka kepada orang-orang yang belum menikah sebagai sedekah karena Allah ﷻ, yaitu sama halnya seperti bersedekah makanan kepada orang yang lapar, lalu dikatakan, “Menyedekahkan anak-anak perempuan kepada lelaki yang belum menikah dengan tujuan mendapatkan surga.”

Maka cara yang terbaik untuk belajar adalah talaki (bertemu) langsung di hadapan guru. Namun harus diperhatikan kepada siapa kita menuntut ilmu, karena tidak boleh menuntut ilmu kepada ahli bidah dan ahli syubhat yang hanya menyebarkan kebid’ahannya dan syubhat.

Jika ilmu dunia saja harus memilah dan memilih kepada siapa harus belajar, maka apalagi ilmu agama berkaitan dengan akhirat kita. Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata,

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ

“Sesungguhnya Ilmu ini adalah agama. Maka lihatlah kalian dari siapa kalian mengambil agama kalian.”([13])

Memang benar perkataan yang baik kita ambil yang buruk tidak diambil, tapi perkataan ini hanya berkaitan dengan orang yang bisa memilah mana yang benar dan mana yang salah. Alhamdulillah para Ulama dan Ustaz Ahlusunah telah banyak, hendaknya para penuntut ilmu mencukupkan diri dengan mereka. Jangan sampai dia menjerumuskan dirinya ke dalam bidah dan syubhat karena belajar kepada Ustaz yang berpemahaman menyimpang. Demikian pula kekeliruan sebagian orang yang ketika mencari guru dia mencari ustaz yang lucu, kalau tidak dia tidak mau belajar. Imam Malik rahimahullah berkata,

لَا يُؤْخَذُ الْعِلْمُ عَنْ أَرْبَعَةٍ، وَيُؤْخَذُ مِمَّنْ سِوَى ذَلِكَ: لَا يُؤْخَذُ مِنْ صَاحِبِ هَوًى يَدْعُو النَّاسَ إِلَى هَوَاهُ وَلَا مِنْ سَفِيهٍ مُعْلِنٌ بِالسَّفَهِ، وَإِنْ كَانَ مِنْ أَرْوَى النَّاسِ وَلَا مِنْ رَجُلٍ يَكْذِبُ فِي أَحَادِيثِ النَّاسِ، وَإِنْ كُنْتَ لَا تَتَّهِمُهُ أَنْ يَكْذِبَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا مِنْ رَجُلٍ لَهُ فَضْلٌ وَصَلَاحٌ وَعِبَادَةٌ إِذَا كَانَ لَا يَعْرِفُ مَا يُحَدِّثُ

“Tidak diambil ilmu dari empat orang, dan diambil (ilmu tersebut) dari selain mereka, (1) Tidak diambil (ilmu) dari pengikut hawa nafsu, yang mengajak manusia untuk mengikuti hawa nafsunya, (2) Dari orang bodoh, yang menampakkan kebodohannya, walaupun dia termasuk orang yang paling banyak riwayatnya, (3) Dari seseorang yang terbiasa berdusta dalam pembicaraan dengan orang lain, meskipun ia tidak tertuduh berdusta atas Rasulullah ﷺ, (4) Dari seseorang yang tidak mengerti apa yang dia bicarakan, meskipun ia memiliki keutamaan dan kesalehan, serta ahli ibadah.”([14])

Oleh karena itu, terkadang kita harus menjelaskan kepada umat terkait keadaan orang yang sok jadi Ustaz padahal bukan ustaz. Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

فَأَمَّا أَهْلُ البِدَعِ وَاَلْضَلالَةِ وَمَن تَشَبَّهَ بِالْعُلَمَاءِ وَلَيْسَ مِنْهُمْ فَيَجُوزُ بَيانُ جَهْلِهِمْ وَإِظْهارُ عُيوبِهِمْ تَحْذِيرًا مِنْ الِاقْتِداءِ بِهِمْ

“Adapun ahli bid’ah dan kesesatan, serta orang-orang berkedok ulama padahal bukan, maka boleh menjelaskan kejahilan mereka dan menampakkan jati diri mereka sebagai peringatan agar (umat tidak) mengikuti mereka.”([15])

Di antara adab terhadap guru adalah sabar dengannya ketika menuntut ilmu darinya. Diriwayatkan mengenai Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu,

ابْنُ عَبَّاسٍ كَانَ يَجْلِسُ فِي طَلَبِ العِلْمِ عَلَى بَابِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ “حَتَّى يَسْتَيْقِظَ فَيُقَالُ لَهُ : أَلا نوْقَظَهُ لَكَ ” ؟ فَيَقُولُ : لَا ، وَرُبَّمَا طَالَ مَقامُهُ وَقرعَتْهُ الشَّمْسُ

Ibnu Abbas duduk di depan pintu rumah Zaid bin Tsabit menunggunya bangun. Dikatakan kepada Ibnu Abbas, “Maukah kami bangunkan Zaid bin Tsabit untuk engkau?” Ibnu Abbas berkata, “Jangan.” Terkadang Ibnu Abbas menunggu lama sampai terkena terik matahari.([16])

Inilah salah satu bentuk contoh menghargai ilmu dan menghargai guru yang telah menyampaikan ilmu kepadanya. Oleh karena itu, hendaknya bagi kita untuk memperhatikan kondisi guru kita.

Kewajiban Menuntut Ilmu

Tidak sedikit ayat dalam Al Qur’an serta hadis Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang mengutamakan wajibnya belajar. Bahkan dalam kedudukan orang yang sedang menuntut ilmu disamakan dengan orang yang sedang berjihad.

Mengutip dalam buku Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X, coba perhatikan dalam wahyu pertama yang telah diturunkan Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam yang artinya:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia juga yang telah menciptakan antara manusia dari segumpal darah. Bacalah, seta Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajarkan (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya,” (Q.S. al-‘Alaq/96:1-5).

Dalam ayat tersebut, ada sejumlah kata yang menguatkan perintah dalam belajar serta menuntut ilmu yaitu ‘Bacalah’, ‘Yang mengajar dengan pena’, serta ‘Mengajarkan apa yang tidak diketahui’. Menuntut ilmu tidak akan dibatasi untuk para laki-laki saja, karena para wanita pun memiliki hak yang sama dalam menuntut ilmu.

Seluruh gender, memiliki hak serta kewajiban karena sama-sama menjadi seorang khalifah maupun wakil Allah di muka bumi, sekaligus juga menjadi seorang hamba yang taat.

Sebagai seorang khalifah, tentu manusia akan membutuhkan ilmu untuk bisa menegakkan syariat Allah Subhanahu wata’ala. Demikian juga untuk sebagai hamba, memerlukan sebuah ilmu yang memadai supaya bisa jadi hamba (‘abid) yang baik serta taat.

Mustahil untuk menjadi khalifah tanpa sebuah ilmu pengetahuan yang cukup untuk bisa mengelola serta merekayasa kehidupan di bumi ini, maka dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Sebagai contoh, untuk shalat saja perlu dalam ilmu mencari kiblat, kemudian mencari waktu yang tepat kapan untuk menjalankan sholat lima waktu, juga ilmu dalam membangun masjid yang benar, serta membangun tempat wudhu yang baik, dan lainnya.

Tak ada sebuah batasan pada tempat serta waktu dalam proses mencari ilmu, bahkan terdapat sebuah ungkapan Arab yang menyebutkan ‘Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina’.

Islam tentunya juga mengajarkan ‘Menuntut ilmu itu dimulai sejak lahir hingga ke liang lahat’, maka belajarlah mulai kecil hingga akhir usia. Jangan merasa malu dalam belajar walaupun sudah berumur.

Brilio.net - Pendidikan memberikan pengaruh besar bagi kehidupan manusia. Sebab dengan mengenyam pendidikan seseorang akan memiliki ilmu dalam menjalani kehidupan. Tak melulu lewat sekolah, pendidikan juga bisa didapat dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam agama Islam sendiri, seluruh kaum muslim, baik perempuan maupun laki-laki dianjurkan untuk menuntut ilmu sejauh mungkin. Dengan menuntut ilmu, kita dapat menghindarkan diri dari kebodohan dan memperkuat rasa cinta serta syukur kepada Allah SWT. Umat muslim telah diajarkan dalam menuntut ilmu tidak terpaku pada satu hal saja. Banyak hal yang dapat dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Dalam berproses mengenyam pendidikan, tentunya setiap orang membutuhkan penyemangat agar termotivasi untuk menjalankannya. Untuk meningkatkan semangat belajar kamu pun membaca dan berpegang teguh pada motto hidup Islami pendidikan. Ada banyak kumpulan motto hidup Islami pendidikan, mulai dari hadist hingga quote para tokoh Islam.

Berikut brilio.net rangkum 95 motto hidup Islami pendidikan dihimpun dari berbagai sumber,Jumat (26/11).

Mencari Lingkungan Belajar yang Mendukung

Lingkungan belajar sangat memengaruhi kualitas proses belajar seseorang. Sebuah lingkungan yang mendukung, baik itu di rumah, sekolah, atau tempat belajar lainnya, akan memberikan kenyamanan dan motivasi tambahan. Oleh karena itu, pilihlah lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi proses belajar tanpa banyak gangguan.

Menuntut ilmu adalah proses yang membutuhkan niat yang ikhlas, disiplin, kesabaran, serta keterbukaan terhadap kritik dan masukan. Memilih sumber ilmu yang tepat dan menjaga adab selama proses pembelajaran juga merupakan aspek penting yang harus diperhatikan. Ilmu yang didapat seharusnya tidak hanya dipahami, tetapi juga diamalkan agar memberikan manfaat yang lebih luas. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, proses menuntut ilmu akan menjadi lebih efektif dan bermakna.

Keutamaan Menuntut Ilmu

Dalam Alquran sendiri, Allah SWT berfirman “Maka ketahuilah atas ilmu allah! Bahwasanya tidak ada AIlah (tuhan yang berhak untuk disembah dengan baik) kecuali Allah serta mohonlah ampunan terhadap seluruh dosa-dosamu …” (QS Muhammad: 19).

Maka dari itu, ada beberapa banyak keutamaan menuntut ilmu bagi semua orang orang yang bersungguh-sungguh saat mengerjakannya. Karena dalam memiliki keutamaan yang amat besar serta mulia, di antaranya keutamaan menuntut ilmu adalah

Ilmu adalah warisan para Nabi

Rasulullah SAW bersabda: “Dan dalam sesungguhnya Nabi – Nabi tidak pernah mewariskan uang emas serta tidak pula uang perak, namun untuk mereka yang telah mewariskan ilmu (ilmu syar’i) barang siapa yang telah mengambil atas warisan tersebut maka sesungguhnya ia sudah mengambil pada bagian yang banyak.” (HR Ahmad).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam keutamaan menuntut ilmu ini akan lebih tinggi daripada uang serta emas yang dalam sifat materi. Karena, ketika seseorang memiliki ilmu serta hingga mengajarkannya, maka dalam hal tersebut akan menjadi sebuah amal jariyah yang terus mengalir bahkan ketika orang tersebut sudah meninggal dunia.

Ketiga, adab penuntut ilmu bersama kawannya

Boleh saja memiliki kawan, tetapi tidak semuanya dijadikan sebagai kawan spesial. Nabi Muhammad ﷺ telah mengingatkan dalam banyak haditsnya, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِىٌّ

“Janganlah engkau bergaul kecuali dengan seorang mukmin. Janganlah memakan makananmu melainkan orang bertakwa.”([17])

Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh  dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.”([18])

Nabi Muhammad ﷺ telah menegaskan agar memperhatikan masalah pertemanan dengan baik, seorang penuntut ilmu mesti selektif dalam mencari teman. Jika temannya sering bermasalah maka tidak perlu berteman lagi dengannya. Baik atau tidaknya kawan dilihat dari dampak menjalin pertemanan dengannya, jika berteman dengannya membawa kebaikan akhirat sehingga iman bertambah, kita lebih rajin beribadah, lebih giat menuntut ilmu, maka itu adalah teman yang baik. Sedangkan jika berteman dengannya justru semakin menjerumuskan ke dalam kesibukan duniawi dan kemewahan, menjadi sombong, suka ghibah sana sini maka itu adalah teman yang buruk, tidak perlu dijadikan kawan walaupun tidak juga memusuhinya.

Contohnya jika kita mendapatkan faedah atau pelajaran dari pengajian maka kita bagikan, sebab di antara konsekuensi pertemanan adalah saling bantu dan bahu-membahu. Jangan menyembunyikan ilmu yang didapat.

Dari sini seorang penuntut ilmu wajib waspada terhadap sifat hasad. Karena hasad bisa mengantarkan kepada saling bersaing dengan tidak sehat, tidak ingin memberi manfaat kepada temannya karena khawatir disaingi. Demikian pula di tengah aktivitas dakwah antara pegiat dakwah satu dengan yang lainnya, tidak boleh ada saling hasad, keinginan menjadi paling unggul, merasa paling berjasa dalam dakwah, dan seterusnya.

Cukuplah kisah Imam Bukhari rahimahullah menjadi pelajaran buruknya hasad antara para ulama atau penuntut ilmu. Ketika beliau dimusuhi dan di-tahdzir oleh gurunya, maka majelis Imam Bukhari rahimahullah dijauhi. Yang tadinya majelis Imam Bukhari rahimahullah dipenuhi banyak manusia, namun setelah di-tahdzir para muridnya kemudian menjauhinya. Inilah akibat dari sifat hasad, yang bahkan bisa terjadi antara dua orang teman dekat.

Oleh karena itu, hendaknya setiap penuntut ilmu menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan permasalahan di antara mereka. Selanjutnya juga agar senantiasa memeriksa niat jangan sampai kita hasad dengan kawan yang lain. Di antara hal yang dapat menghilangkan hasad adalah mendatanginya, dengan mengenalnya dan berbincang-bincang dengannya. Karena sering kali hasad itu muncul karena tidak mengenalnya dengan baik.

Oleh Ust. Firanda dalam https://bekalislam.firanda.com/6091-adab-menuntut-ilmu-yang-wajib-anda-tahu.html

Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban setiap individu yang ingin berkembang dalam kehidupan. Proses ini tidak hanya melibatkan aspek kognitif, tetapi juga memerlukan sikap, niat, dan metode yang tepat agar ilmu yang didapatkan bermanfaat. Artikel ini akan membahas secara mendalam hal-hal yang harus diperhatikan saat menuntut ilmu, berdasarkan perspektif agama, sosial, dan akademis.

Hukum dalam Menuntut Ilmu

Ilmu seperti apa yang harus dan wajib dipelajari oleh warga umat Islam? Tentu bukan sebuah ilmu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan dunia serta akhiratnya. Terdapat ilmu yang tidak wajib dipelajari, bahkan hukumnya haram serta berdosa bila dipelajari.

Untuk sebuah ilmu yang bermanfaat, maka dalam mempelajarinya akan memberikan sebuah konsekuensi pahala. Berikut ini beberapa hukum menuntut ilmu-ilmu yang wajib seperti dilansir pada halaman kemdikbud.go.id:

Hukum fardhu kifayah ini berlaku pada ilmu yang perlu ada pada kalangan umat Islam, agar tidak hanya kaum di luar Islam yang dapat menguasai ilmu tersebut.  Misalnya seperti ilmu kedokteran, ilmu falaq, perindustrian, ilmu bahasa, ilmu komunikasi, ilmu nuklir, ilmu komputer, serta lainnya.

Hukum ini akan berlaku bila ilmu yang dimaksud dilarang untuk ditinggalkan oleh para umat Islam pada segala situasi serta kondisi.  Sebagai contohnya, ilmu agama Islam, ilmu dalam mengenal Allah Subhanahu wata’ala dengan seluruh sifat-Nya, serta ilmu tata cara beribadah, serta yang terkait pada kewajiban sebagai muslim.

Memilih Sumber Ilmu yang Tepat

Sumber ilmu yang kita pelajari sangat mempengaruhi kualitas pengetahuan yang didapatkan. Di era digital ini, akses terhadap informasi sangatlah mudah, namun tidak semua informasi yang ada bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Oleh karena itu, pastikan untuk belajar dari sumber yang kredibel, baik itu buku, guru, atau media pembelajaran daring yang tepercaya.

Pentingnya Niat yang Ikhlas dalam Menuntut Ilmu

Niat adalah fondasi utama ketika seseorang memutuskan untuk menuntut ilmu. Niat yang ikhlas akan memandu seseorang untuk berusaha mencari ilmu dengan cara yang benar dan tanpa mengharapkan pujian atau keuntungan duniawi. Dalam ajaran agama, niat merupakan salah satu faktor yang menentukan keberkahan dari ilmu yang dipelajari. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk senantiasa memeriksa niat ketika belajar.